top of page

Aku

Updated: Mar 10, 2022


“Dalam prinsipku, aku adalah satu-satunya orang yang bisa menyakiti diriku sendiri. Akulah yang bisa menabrakkan kepalaku ke dinding. Hanya akulah yang bisa jambak rambut panjangku. Hanya aku satu-satunya yang bisa melukai tanganku.”

“Kamu berencana untuk bunuh diri? Ada apa?”

“Tenang saja. Itu hanya terpikirkan olehku, tidak akan benar-benar ku lakukan.”

“Tahu gak? Semua tindakan bermula dari pikiran.”

Hening.


“Aku terkadang ingin cepat mati.”

Teman mengangguk, “Aku mengerti. Namun, apa kamu sudah yakin masuk surga?”

“Nggak.”

“Berarti sudah siap masuk neraka?”

“Ya… nggak juga.”

“Lalu, kenapa ingin cepat mati?”

“Karena aku merasa orang-orang sekitarku akan jauh lebih baik jika aku tidak lagi di sini.”

Teman mengangguk lagi, “Itu saja? Apa ada alasan lainnya?”

Hening.


“Aku nggak suka dengan diriku. Dia lemah. Apa-apa menangis. Berdebat sebentar sudah berurai air mata. Membentak sedikit sudah menggigil sekujur tubuh.”

“Aku tau tubuhku ini kelelahan. Namun, hatiku yang bayak gaya ini egois. Dia bilang ‘Banyak orang yang lebih lelah. Kenapa kamu harus lelah duluan?’”

“Aku juga tau kalau kondisi mentalku tidak lagi sesehat dulu. Aku sadar walau beberapa orang sekitar tidak peduli. Jangankan peduli, percaya saja tidak. Mereka pikir aku sudah jauh dari Sang Pencipta. Karena itu harus banyak-banyak doa. Biarlah. Bisa jadi itu memang benar adanya.”

“Aku pernah berpikir untuk coba menenggak cairan pembunuh nyamuk. Mencoba mengakhiri semuanya. Namun, Aku terlalu sayang dengan diriku. Bukan. aku terlalu takut melakukannya. Aku takut pada Yang MahaKuasa, takut pada ibu dan bapak, dan takut jika mereka yang di luar akan berkata ‘Padahal masalahnya tidak ada apa-apanya.’ atau ‘Bagaimana sih orang tuanya?!.’ atau ‘Pantas saja sih dia orangnya jauh dari agama.’”

Hening.


“Kamu tahu? Hal yang dapat menyakiti diri sendiri tanpa kita sadari adalah tidak pernah memberikan ruang pada diri untuk merasa kalah, salah, dan lelah.”

“Kamu merasa begitu?”

“Iya. Aku begitu. Setiap waktu.”

Hening.


“Kamu hari ini lebih banyak diam, ya?”

Teman memang hanya diam dari tadi. Ia berhenti membaca buku. Kopi pahitnya sore ini juga tidak disentuh. Hanya diam dengan sesekali melihat wajahku.

“Aku ingin kamu untuk lebih banyak bercerita.”

“Tidak ada kesan dan pesan?”

“Yang kamu butuhkan sepertinya bukan itu. Hanya waktu dan tempat untuk mengeluarkan semua yang telah kamu simpan bertahun-tahun lamanya. Maafkan aku, ya.”






Comments


Drop Me a Line, Let Me Know What You Think

Thanks for submitting!

© 2023 by Train of Thoughts. Proudly created with Wix.com

bottom of page