Sekarang Sila Saja Merasa Senang. Nanti Sila Saja Merasa Sedih.
- prahestha putri
- Jul 5, 2021
- 2 min read
Updated: Jul 27, 2021

Aku rindu diriku yang lalu.
Ketika bisa menonton film hingga larut tanpa ada rasa takut. Ketika bisa dengar lagu favorit di kala bekerja tanpa khawatir akan ada pertengkaran setelahnya. Yang bisa merasa senang tanpa harus cemas sedih akan datang. Yang bisa tertawa riang tanpa harus cemas nanti akan menangis kencang.
Aku rindu diriku yang lalu.
Yang nyaman berkumpul dalam lingkaran. Yang sungkan menolak ajakan main dari Teman. Yang tidak pernah melewatkan sebuah kesempatan. Yang bisa menghargai arti sebuah kebahagiaan.
Aku rindu merasa bahagia tanpa merasa bersalah.
Aku selalu bilang begitu. Karena aku benar-benar rindu. Rindu sekali.
Lalu, Teman akan menyeruput kopi pahitnya. Menyilangkan kakinya. Menundukkan badannya. Dan mulai bilang sepatah dua kata. Bukan. Tiga kata. Bukan. Empat. Lima. Entahlah. Banyak sekali yang ia katakan.
“Karena semua sudah berubah. Kamu sudah tidak disuapi Ibu saat makan. Kamu sudah tidak didampingi Ayah saat main sepeda. Kamu sudah bukan Putri yang duduk di singgasana kerajaan. Kini semuanya berjalan ke depan. Dimana sebagian merasa hidup semakin menyenangkan dan sebagian lain merasa semakin menyedihkan. Lalu, kamu yang mana?”
“Satu yang bisa kamu coba. Mungkin akan terdengar biasa. Namun, cobalah. Coba ubah jalan pikirmu. Jalan pikir yang ini sudah buntu. Buat apa masih dilanjutkan? Sudah saatnya kamu ganti dengan yang baru.”
“Otak kamu punya bukan sekadar untuk pecahkan masalah matematika fisika kimia. Otak, lambung, hati. Mereka diam-diam menjalin cinta. Saat lambung nggak ada isinya, otak sulit bekerja, mau paham gelombang harmonik sederhana juga tidak akan bisa. Sama halnya dengan hati yang tanpa sadar tersakiti. Otak jadi sulit bermain logika karena semua diambil alih oleh emosi.”
“Kalo kata orang, sudah saatnya kamu berdamai dengan masa lalu. Hari ini toleransilah semua masalah dan salah yang ada di waktu dulu. Waktu dimana kamu berulang kali senang, setelahnya sedih berulang kali datang. Toleransilah waktu itu. Waktu dimana kamu pergi ke pesta ulang tahun teman. Kamu ikut merayakan dengan suka cita. Lalu pulang dengan rasa kecewa karena pertengkaran orang tua di rumah. Toleransilah waktu itu. Waktu dimana untuk pertama kalinya kamu keluar dari zona nyaman. Kamu memutuskan pergi ke festival musik di GBK. Saat itu, penyanyi favoritmu, Raisa, memeriahkan acara. Kamu bergembira. Namun, pada akhirnya harus kembali pulang dengan rasa kecewa karena pertengkaran orang tua di rumah. Toleransilah waktu itu. Waktu dimana kamu merasakan cinta pertama. Lalu, kamu berbincang dan berbagi cerita dengan Si Dia. Kamu bahagia. Namun, untuk kesekian kalinya, kamu kembali pulang dengan rasa kecewa karena pertengkaran orang tua di rumah. Toleransilah semua rasa kecewa yang dengan tidak tahu dirinya datang pada waktu yang salah. Namun, percayalah. Semua rasa bahagia yang datang bukan sumber masalah.”
“Setelahnya, forgive and forget. Mungkin tidak semudah yang ku katakan. Namun, seperti yang sudah ku bilang, cobalah. Mari nanti kita lihat hasilnya.”
“Satu yang ku pinta darimu. Tolong jangan pernah menyalahkan Yang MahaKuasa. Sedih, Menangis, Kecewa. Senang, Tertawa, Bahagia. Mereka sama denganmu. Sama-sama diciptakan oleh Yang MahaKuasa. Bersyukurlah karena kamu bisa merasakan semuanya. Artinya, hidupmu benar sempurna. Karena pada dasarnya, mereka diciptakan untuk melengkapi perjalanan hidup hambaNya. Dia berkata ‘Setiap kesulitan terdapat kemudahan. Setiap kesedihan terdapat kebahagiaan.’”
{Thanks to both of my sisters for two amazing drawings}
di saat kita sedih, di saat kita jatuh, tetapi dunia tetep baik² aja, kita boleh sedih, tapi ingat besok harus bangkit kembali, semangat arum