top of page

Long Story Short,

Updated: Sep 18, 2021

this text supposed to be sent to Negeri Bestari but I was late lol [I’m still crying inside], then I thought it’s the right time for me to put my amateur writing on this page and here we are.

I know it doesn’t feel like a proper one cause I’m not even a beginner, so please give me feedback!!! Every critics are accepted for the better quality of my life and my journey in the writing world:) HEHEHHEHEH hope you enjoy it!



Menjadi orang Indonesia: Karunia atau Malapetaka?


Arum Prahestha Putri


Ketika mereka di luar sana bangga menaruh banyaknya bendera asal leluhur mereka di Instagram, sebagai tanda bahwa mereka hasil dari fertilisasi sebuah sperma dan ovum lintas negara, aku disini meratapi kenyataan bahwa aku lahir dari keluarga yang seratus persen seorang Warga Negara Indonesia. Sering kali hal ini menjadi tolak ukurku dalam berpikir, bermain, berpergian, berbicara, hingga berpenampilan. Terlebih lagi keluarga besarku bukanlah orang-orang Indonesia berpendidikan tinggi. Sebagian besar dari mereka hanyalah lulusan SMA yang kini hidupnya bergantung pada usaha warung kecil, laundry kecil, dan bantuan kecil dari pemerintah dengan harap tidak dikorupsi, lagi. Hal ini rupanya membatasiku untuk bergerak bebas. Tanpaku sadari, aku sering kali memaklumi diri ketika aku tidak dapat memahami sebuah materi di sekolah, menutup diri dari isu terkini di kalangan pemerintah, memendam pendapat karena takut kalah dan salah, atau tidak percaya diri untuk berekspresi karena toh siapa aku; hanya manusia kelas menengah ke bawah.

Namun, baru-baru ini aku menyadari bahwa sebenarnya yang perlu disalahkan bukan keluargaku yang lahir sebagai Warga Negara Indonesia atau keberhasilan mereka yang hanya lulusan SMA. Aku adalah salah satu generasi penerus bangsa yang patut untuk disalahkan dan dibenahi atas pemikiran di atas. Cara pandangku yang terlalu sempit dan pemikiranku yang terlalu pendek mungkin menjadi sebab Indonesia tidak berubah sejak zaman nenekku masih berdagang ikan.

Mata kiri yang dikaruniai Tuhan ini dengan mudahnya memandang negeri sebagai tempat yang membosankan. Tidak ada perubahan dari zaman ke zaman. Korupsi masih terus terjadi entah berapa kali lagi pemerintah harus berganti posisi. Sampah yang menggunung lalu bingung mau dibuang ke sisi mana lagi. Kesejahteraan pendidik dan yang terdidik rupanya sering terlewati. Tanah hijau yang sedikit demi sedikit dirampas demi kepentingan pribadi. Kondisi negara ini yang 5 tahun sekali harus terbagi-bagi hanya karena merebutkan satu posisi yang belum tentu ingat dengan janjinya pada negeri. Belum lagi, hukum yang semakin tajam ke bawah dan tumpul ke atas, lalu mereka yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin, hingga semua lupa bahwa sila ke-5 ialah “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”

Ya, mata kiri ini benar-benar dengan mudahnya memandang dari satu sisi dan menyimpannya dalam memori tanpa memberi ruang untuk mata kanan menunjukkan cara pandangnya. Padahal mata kanan ini istimewa. Ia tidak hanya memandang, tetapi juga mempelajari dan memahami dengan logika dan hati.

Nikmat Tuhan mana lagi yang harus didustakan ketika mata kanan ini masih mampu memaafkan negeri akan khilafnya para petinggi. Indonesia memang kaya. Sangat kaya. Hanya saja, beberapa pihak mencurinya.

Ketika negeri ini masih mampu berdiri dengan banyaknya perbedaan di masyarakatnya, bukankah hal itu patut disyukuri? Ketika masih banyak orang baik yang dengan senang hati pergi ke pelosok hanya untuk mempersiapkan generasi penerus negeri, bukankah hal itu patut disyukuri? Ketika masih banyak pihak-pihak yang peduli dengan kehidupan komodo hingga orangutan, bukankah hal itu patut disyukuri? Ketika masih banyak orang yang mengupayakan sebuah kesetaraan, bukankah hal itu patut disyukuri? Belum lagi, ketika masih ada orang-orang jujur di kalangan para petinggi negeri, bukankah hal itu patut disyukuri? Hal-hal sederhana yang membahagiakan bagi orang-orang biasa. Kata Andrea Hirata. Memberi sercecah harapan bahwa Indonesia akan selalu berjaya karena masih punya mereka.

Sayangnya, Indonesia nggak bisa terus bergantung dengan mereka. Mereka kelak akan pergi meninggalkan ibu pertiwi dan berharap penerus negeri benar-benar meneruskan kebahagiaan sederhana ini.

Sebagai salah satu dari ribuan penerus negeri, aku berharap kelak diri ini dapat membawa perubahan besar untuk negeri. Dimulai dari diri sendiri, orang tua, keluarga, sanak saudara, hingga warga Indonesia. Aku sangat percaya bahwa langkah sekecil apapun tetap memiliki arti. Tidak ingin mengumbar janji seperti para petinggi, aku hanya ingin bersikap realistis. Usiaku baru 17 tahun dan aku memiliki caraku sendiri untuk mengabdi pada negeri. Pendidikan yang tinggi adalah salah satunya. Bukan hanya tinggi, namun juga bermakna dan berguna. Keluargaku boleh saja hanya lulusan SMA, tetapi aku akan sarjana. Bukan hanya sarjana di atas kertas macam buku Bang J. S. Khairen, tetapi aku harap ilmuku akan terpakai dan terealisasi menjadi inovasi-inovasi yang keren. Aku percaya Indonesia akan maju karena aku tidak bergerak sendiri. Masih ada ribuan teman di luar sana yang sama-sama sedang berjuang bersamaku untuk Indonesia. Sebab menjadi orang Indonesia memanglah karunia.


 
 
 

Recent Posts

See All
Rumah Angkara : Selamat Datang

Malam itu, ketika usiaku masih 10 tahun, aku terbangun di tengah tidurku yang damai karena tenggorokanku merengek kehausan. Jam berapa...

 
 
 

Comments


Drop Me a Line, Let Me Know What You Think

Thanks for submitting!

© 2023 by Train of Thoughts. Proudly created with Wix.com

bottom of page